ISLAMABAD – Konflik militer yang berkepanjangan antara India dan Pakistan selama empat minggu terakhir telah menimbulkan dampak ekonomi dan strategis yang sangat besar bagi kedua negara. Menurut analisis mendalam yang disampaikan oleh Pakar Pertahanan Pakistan, Dr. Farrukh Saleem, total biaya konflik bagi kedua negara diperkirakan telah melebihi USD500 miliar atau sekitar sekitar Rp8.260 triliun.
Seperti dilansir dari Geo TV, Farrukh Saleem mengungkapkan biaya tersebut mencakup pengeluaran militer langsung, kerugian ekonomi, serta dampak jangka panjang terhadap stabilitas fiskal dan investasi asing. Di bidang militer, terdapat tiga komponen biaya utama yang mencolok: serangan udara, penggunaan drone secara luas, dan peningkatan kesiapsiagaan tempur.
‘’Dengan asumsi bahwa Angkatan Udara India (IAF) melakukan sekitar 100 sortie (misi penerbangan tempur) per hari menggunakan pesawat Rafale, Mirage 2000, Su-30MKI, dan Tejas, maka biaya bahan bakar dan operasional per sortie diperkirakan sekitar USD 80.000,’’ ungkap Farrukh Saleem.
Dia mengungkapkan jika munisi berpemandu presisi (PGM) seperti SCALP EG, Spice 2000, Hammer, dan bom berpemandu laser (LGB) digunakan, dengan tingkat penggunaan sekitar 30 hingga 40 unit per hari, maka harga tiap senjata berkisar antara USD100.000 hingga USD1,1 juta. Dalam periode empat minggu, total biaya serangan udara yang berkelanjutan dapat mencapai sekitar USD6 miliar.
Bagi India, pengoperasian sekitar 30 sistem udara nirawak (UAV) setiap hari termasuk loitering munitions seperti Harop dan IAI, serta drone pengintai Heron dan Searcher didukung dengan operasi ISR (intelligence, surveillance, reconnaissance), logistik, dan aset peperangan elektronik (EW), menimbulkan pengeluaran besar.
Dengan mempertimbangkan kerugian UAV, kebutuhan penggantiannya, bandwidth satelit, stasiun kontrol darat (GCS), serta kemampuan jamming, biaya operasi UAV ini diperkirakan mencapai USD100 juta per hari dengan total sekitar USD3 miliar dalam empat minggu.
Untuk India, penggunaan harian sekitar 10 rudal BrahMos yang diluncurkan dari udara, darat, atau laut ditambah 10 hingga 20 rudal balistik Pralay atau sistem MLRS berpemandu presisi, akan menghasilkan pengeluaran sekitar USD150 juta per hari. Dalam empat minggu, jumlah ini akan mencapai sekitar USD4,5 miliar.
Dalam kategori “peningkatan kesiapsiagaan”, biaya harian juga signifikan. Mobilisasi pasukan dan konsumsi bahan bakar diperkirakan mencapai USD40 juta per hari. Pemeliharaan sistem pertahanan udara termasuk S-400, Akash, dan BARAK-8 menambah sekitar USD20 juta per hari. ‘’Kesiapan armada angkatan laut untuk Komando Angkatan Laut Timur dan Barat (India) juga menyumbang USD50 juta per hari. Jika digabungkan, biaya peningkatan kesiapsiagaan ini mencapai sekitar USD5,4 miliar dalam empat minggu,’’ paparnya.
Adapun, kata Farrukh Saleem, untuk Angkatan Udara Pakistan (PAF), biaya gabungan serangan udara dan patroli tempur udara berkelanjutan diperkirakan lebih dari USD 25 juta per hari atau sekitar USD 1 miliar dalam periode empat minggu. Operasi drone, dengan asumsi penggunaan sistem Bayraktar dari Turki serta rudal seperti Ra’ad dan Hatf-VII, diproyeksikan menambah biaya sekitar USD450 juta.
Sementara itu, untuk kesiapsiagaan tinggi dan siaga perbatasan termasuk pergerakan pasukan, konsumsi bahan bakar, aktivasi radar, penyebaran rudal permukaan-ke-udara (SAM), serta mobilisasi intelijen dan aset SIGINT (signals intelligence), Pakistan diperkirakan mengeluarkan biaya sebesar USD15 juta per hari, dengan total sekitar USD 450 juta dalam empat minggu.
Untuk India, selain pengeluaran militer langsung, dampak ekonomi yang lebih luas mencakup empat kategori utama. Pertama, gangguan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) diperkirakan mencapai USD150 miliar. Kedua, volatilitas pasar keuangan dan depresiasi mata uang dapat menyebabkan kerugian hingga USD90 miliar.
Ketiga, gangguan perdagangan dan kerusakan rantai pasokan akan menimbulkan kerugian sekitar USD80 miliar. Keempat, aliran investasi asing langsung (FDI) diperkirakan akan menyusut hingga USD100 miliar.
Begitu juga Pakistan, dampak ekonomi tidak langsung dari konflik juga sangat besar. Gangguan terhadap PDB akibat terhentinya aktivitas ekonomi dan ketidakpastian secara keseluruhan diperkirakan sebesar USD25 miliar. Ketidakstabilan pasar keuangan dan depresiasi mata uang, USD15 miliar. Gangguan perdagangan dan rantai pasokan sekitar USD 12 miliar. Selain itu, penurunan FDI dan potensi kerugian terkait IMF diperkirakan mencapai USD 5 miliar. ‘’Jika digabungkan, total biaya konflik selama empat minggu bagi India dan Pakistan diproyeksikan melebihi USD500 miliar,’’ paparnya.
Sama Sama Klaim Kemenangan
India dan Pakistan mengumumkan gencatan senjata pada Sabtu (10/5/2025), mengakhiri konfrontasi militer terburuk mereka dalam beberapa dekade terakhir. Kedua negara mengadakan perayaan di berbagai kota sebagai bentuk dukungan terhadap militer masing-masing. Namun, sehari setelah gencatan senjata, sempat terjadi ketegangan akibat tuduhan pelanggaran yang menimbulkan kekhawatiran publik.
Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh, seperti dilansir dari The Guardian, menyebut operasi militer India yang dinamai Operasi Sindoor sebagai keberhasilan besar. “Operasi Sindoor bukan sekadar aksi militer biasa tetapi bukti tekad politik, sosial, dan strategis India. Serangan pasukan India berhasil mencapai Rawalpindi, markas besar tentara Pakistan,” ujar Singh.
Dukungan terhadap militer India juga terlihat dari perayaan publik, unggahan media sosial oleh Angkatan Udara, dan papan reklame bertema patriotik di berbagai kota besar.
Di pihak lain, Pakistan juga mengklaim kemenangan. Perdana Menteri Shehbaz Sharif bahkan menetapkan 11 Mei sebagai hari penghargaan untuk militer. Saluran televisi Geo News menyiarkan gambar warga sipil Pakistan yang menaburkan bunga di atas tank militer dan memasang karangan bunga di leher para prajurit di kota Sialkot. Perayaan juga berlangsung meriah di wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan. Media lokal melaporkan bahwa militer Pakistan berhasil menembak jatuh beberapa jet tempur India, termasuk pesawat Rafale.
Meski India juga mengklaim telah menjatuhkan jet Pakistan, mereka tidak merinci jumlahnya. Para analis dari kedua negara menyatakan bahwa konflik ini memberikan keuntungan simbolik bagi masing-masing pihak. Namun, mereka juga menilai bahwa situasi tetap rapuh dan bisa memanas kembali sewaktu-waktu.
Para pakar menekankan bahwa gencatan senjata belum menyelesaikan akar masalah, yaitu sengketa wilayah Kashmir dan isu pembatalan Perjanjian Air Indus oleh India. Meskipun konflik terbuka telah berakhir, kedua militer masih dalam posisi siaga tinggi. Mereka menilai ketegangan bisa berlanjut dalam bentuk lain dan perdamaian sejati masih jauh dari jangkauan. (dwi sasongko)