Trump Sukses Besar di Timur Tengah, Arab Saudi Belanja Alutsista Rp2,3 Triliun 

Pesawat jet tempur F-35 buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat yang diincar Arab Saudi. Pemerintah AS kemungkinan “luluh” menjual F-35 ke Arab Saudi setelah kesepakatan pembelian alutsista USD142 miliar. Foto : www.smugmug.com
Kesepakatan pembelian alutsista terbesar dari Arab Saudi sepanjang sejarah ini merupakan buah dari lawatan Presiden Donald J. Trump ke negara-negara Timur Tengah pada pertengahan Mei lalu. 
Share the Post:

JAKARTA  – Pemerintah Arab Saudi resmi mencatatkan nilai pembelian alat utama sistim persenjataan (alusista) dari Amerika Serikat sebesar USD142 miliar atau setara dengan hampir Rp 2.342 triliun (kurs USD1 =Rp 16.500). Kesepakatan pembelian alutsista terbesar dari Arab Saudi sepanjang sejarah ini merupakan buah dari lawatan Presiden Donald J. Trump ke negara-negara Timur Tengah pada pertengahan Mei lalu. 

Berdasarkan informasi resmi yang dirilis oleh Gedung Putih, penjualan alutsista senilai USD142 miliar itu meliputi lima kategori, yaitu peningkatan kekuatan angkatan udara, pertahanan misil udara, pertahanan maritim dan pesisir laut, keamanan perbatasan dan modernisasi Angkatan darat, serta peningkatan kualitas sistem komunikasi dan informasi. 

Termasuk juga paket-paket pelatihan ekstensif untuk meningkatkan kapasitas angkatan bersenjata Arab Saudi dan seluruh akademi militernya. Kesepakatan ini dinilai sebagai investasi signifikan Arab Saudi dalam bidang pertahanan dan keamanan regional yang dibangun dengan sistem ala Amerika. 

Pembelian alutsista itu adalah bagian dari kesepakatan belanja Arab Saudi ke AS senilai total USD600 miliar atau setara dengan Rp9.885 triliun. Selain di bidang pertahanan, kesepakatan kerjasama itu meliputi ketahanan energi, industri pertahanan, teknologi informasi dan infrastruktur. 

Beberapa kesepakatan itu antara lain; 

  • Investasi Saudi Arabian DataVolt senilai USD20 miliar berupa data center Artificial Intelligence (AI) dan infrastruktur energi di AS. 
  • Google, DataVolt, Oracle, Salesforce, AMD, dan Uber berkomitmen investasi USD80 miliar untuk mempercepat transformasi teknologi di kedua negara. 
  • Perusahaan ikonik AS seperti Hill International, Jacobs, Parsons, dan AECOM akan membangun projek infrastruktur di King Salman International Airport, King Salman Park, The Vault, Qiddiya City, dan lainnya senilai 2 miliar USD. 
  • Ekspor turbin gas dan infratruktur energi lainnya dari GE Vernova senilai USD14,2 miliar dan penjualan pesawat penumpang Boeing 737-8 untuk AviLease senilai USD4,8 miliar. 
  • Di bidang kesehatan, Shamekh IV Solutions, LLC akan investasi USD5,8 miliar untuk membangun fasilitas pengairan di Michigan, AS. 
  • Lainnya senilai masing-masing USD5 miliar untuk keerjasama investasi di sektor pembiayaan seperti Energy Investment Fund senilai USD5 miliar, New Era Aerospace and Defense Technology Fund senilai USD5 miliar dan Enfield Sports Global Sports Fund senilai USD4 miliar. 

Mengincar F-35

Kendati rincian pembelian alutsista belum diumumkan secara resmi, namun analis memperkirakan kesepakatan itu akan membuat AS akhirnya “luluh” untuk menjual F-35 Lightning II kepada Arab Saudi. Seperti ditulis oleh Eurasiantimes, negara petrodollar ini telah mengincar F-35 sejak lama, namun AS tidak bisa menjual pesawat jet tempur tercanggih itu karena terikat kesepakatan dengan Israel. 

Arab Saudi telah mengincar kepemilikan F-35 sejak 2017, begitu juga dengan Uni Emirat Arab yang menginginkan hal yang sama. Namun, keduanya terpaksa harus mencari alternatif lain karena AS terikat kesepakatan jangka panjang dengan Israel dimana AS hanya boleh menjual peralatan militer tercanggihnya kepada Israel. Ini artinya penjualan alutsista AS di Kawasan Timur Tengah tidak boleh membuat negara selain Israel menjadi lebih canggih dari Israel. Saat ini, operator F-35 di Timur Tengah hanya Israel. 

Hal ini membuat Arab Saudi selama ini mencoba mencari alternatifnya, di antaranya Turkish KAAN, French Dassault Rafale atau the Eurofighter Typhoon. Meski tidak tertarik mengakuisisi jet tempur buatan China, namun Arab Saudi juga mencatatkan pembelian alutsista dengan nilai cukup USD4 miliar pada tahun lalu dari China berupa drone dan peralatan militer lainnya.  

Kode lampu hijau penjualan F-35 ke Arab Saudi kian menguat ketika Trump di sela lawatannya di Qatar, mengatakan bahwa AS kemungkinan akan melakukan pengembangan F-35 menjadi twin engines yang ia sebut F-55. Trump adalah presiden AS pertama yang membicarakan tentang upgrading F-35 menjadi twin-engine karena desain awal F-35 sebenarnya adalah single-engine yang menggunakan mesin Pratt&Whitney F135. “Kami sedang melakukan upgrading yang sederhana dari F-35, saya sebuh ini F-55 dengan dua mesin, kalau F-35 kan satu mesin,” katanya dikutip dari Eurasiantimes.

Alternatif lainnya, Trump berpikir untuk sedikit menurunkan kualitas F-35 dengan mengurangi beberapa fiturnya yang ia sebut F-35s dan kemudian memberikan Israel jet tempur F-47. Analis Senior Timur Tengah dan Afrika Utara, Ryan Bohl memperkirakan bahwa rencana Trump ini mungkin akan menjadi kenyataan pada 2030 dan pada saat yang bersamaan menyerahkan F-47 ke Israel. 

Lawatan Historikal

Lawatan Trump ke Timur Tengah yang pertama kalinya sejak ia Kembali berkuasa di AS dinilai sebagai lawatan yang historical karena sukses membawa kesepakatan investasi hingga lebih dari 2 triliun USD atau Rp 32.930 triliun. Dalam situs resmi Pemerintah AS, thewhitehouse.gov disebutkan bahwa komitmen itu terdiri dari komitmen investasi Arab Saudi senilai USD600 miliar; kesepakatan ekonomi senilai USD1,2 triliun dengan Qatar; kesepakatan di bidang ekonomi dan pertahanan dengan Qatar senilai USD243,5 miliar; dan perjanjian di bidang komersial senilai USD200 miliar dengan Uni Emirat Arab. 

Tiga bidang bisnis utama dalam perjanjian ekonomi tersebut, yakni terutama di bidang teknologi digital, infrastruktur, energi, dan pertahanan. Trump tak sendiri dalam membangun kesepakatan bisnis dengan kedua negara Arab tersebut. Serombongan perusahaan yang berbasis di AS menjadi penyokongnya dan turut serta mendapat keuntungan dari perjalanan sang presiden di Timur Tengah. 

Ada 45 perusahaan AS yang kecipratan peluang bisnis miliaran dolar bersama tiga negara tersebut, terbanyak di Arab Saudi sebanyak 31 perusahaan. Sementara di Qatar ada 8 perusahaan dan 9 perusahaan untuk berbisnis di Uni Emirat Arab.  

Di bidang pertahanan, perusahaan yang kedapatan untung lagi yaitu Lockheed Martin, Boeing, Palantir, Parson, L3Harris, Doroni Aerospace dan Tricion. Presiden Lockheed Martin, Jim Taiclet mengatakan bahwa mereka akan bekerja mendukung sistem pertahanan udara, radar, dan pesawat tempur. 

Boeing mencatat penjualan terbesarnya sepanjang sejarah setelah Qatar Airways setuju memborong hingga 210 unit pesawat Boeing 787 Dreamliner dan pesawat 777X senilai total USD96 miliar. “Perjanjian pembelian ini akan menciptakan 154.000 lapangan kerja per tahun, dan total hingga 1 juta pekerjaan di Amerika Serikat dari mulai produksi hingga pengiriman unit pesawat yang dipesan,” tulis keterangan resmi Gedung Putih. 

Di bidang teknologi digital dan Artificial Intelligence (AI), perusahaan-perusahaan AS yang kecipratan peluang bisnis triliunan dolar itu antara lain Alphabet and Google, Amazon, DataVolt, Oracle, GE Vernova, Shamekh IV Solutions, Qualcomm, dan Global AI. 

Sementara, di bidang energi mereka membangun New Energy Fund dengan slogan mereka yang digaungkan, yaitu Make Energy Great Again! Hal ini senafas dengan arah kebijakan Trump yang lebih mendorong pada eksploitasi energi fosil kembali. Berbalik dengan tren dunia yang yang lebih gencar mengampanyekan penggunaan energi bersih dan terbarukan. (Lina Nursanty)