TNI AD Janji Pemusnahan Amunisi Afkir Tak Akan Libatkan Masyarakat 

Dalam proses pemusnahan, sejumlah prajurit TNI AD dibantu warga sipil sedang mengubur amunisi afkir di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut, Jawa Barat, pada Senin (12/5/2025). Nahas, pada hari kedua pemusnahan, amunisi kadaluarsa tiba-tiba meledak hingga menewaskan 13 orang, empat prajurit TNI dan 9 warga sipil. Foto: Istimewa
Ke depan, satuan-satuan TNI AD yang terkait dan berkompeten akan dilibatkan dalam kegiatan pemusnahan tersebut, seperti Polisi Militer, Zeni, Perbekalan Angkutan, Kesehatan dan Kewilayahan.
Share the Post:

JAKARTA – Hasil temuan tim investigasi terkait insiden ledakan di Garut akan dijadikan bahan evaluasi menyeluruh, khususnya dalam prosedur pemusnahan amunisi dan bahan peledak yang telah afkir. Ke depan, guna memaksimalkan kelancaran dan pengamanan kegiatan, satuan-satuan TNI AD yang terkait dan berkompeten akan dilibatkan dalam kegiatan pemusnahan tersebut, seperti Polisi Militer, Zeni, Perbekalan Angkutan, Kesehatan dan Kewilayahan.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana usai mengikuti Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Panglima di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta, Senin (26/5/2025). Raker tersebut juga dihadiri oleh TNI, yang juga dihadiri Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Kasal, Kasau, serta pejabat utama TNI lainnya. 

Kadispenad mengungkapkan bahwa evaluasi yang dilakukan TNI AD meliputi dua hal pokok yang ditemukan oleh tim investigasi di lapangan. Pertama, penyebab terjadinya ledakan. Kedua, ledakan yang menyebabkan adanya korban dari masyarakat sipil dalam tragedi tersebut. “Berkaitan dengan mengapa ledakan bisa terjadi, detonator yang akan dimusnahkan adalah detonator dalam kondisi expired, yang tentu kondisinya ada ketidakstabilan dari konstruksi, rentan, dan perlakuannya memerlukan perlakuan atau pembawaan yang hati-hati, memperhatikan kondisi dan suhu di medan maupun hal-hal teknis lain yang memicu resiko meledak, maka perlu dilakukan oleh tenaga profesional,” jelas Kadispenad.

Sementara itu, terkait adanya keterlibatan masyarakat di lokasi, Wahyu menjelaskan bahwa pelibatan masyarakat dalam kegiatan pemusnahan tersebut sejatinya adalah untuk kegiatan yang bersifat administrasi, seperti memasak dan menyiapkan logistik. Selain itu, juga untuk kegiatan yang bersifat ringan, seperti menggali lubang dan melakukan pembersihan setelah peledakan dari residu-residu sisa ledakan.

“Namun, ada pengembangan pelibatan masyarakat di luar kegiatan yang saya sampaikan tadi. Jadi masyarakat ikut membantu mengangkat material-material detonator yang expired dan rentan itu ke dalam lubang penghancuran dan menyerahkannya kepada prajurit TNI yang ada di dalamnya,’’ jelasnya. 

‘’Pembawaannya mungkin tidak sesuai dengan perlakuan yang seharusnya, saat diterima oleh prajurit TNI di dalam lubang penghancuran tersebut dengan kondisi material afkir yang tidak stabil serta rentan gesekan dan goncangan memicu ledakan itu terjadi,” imbuhnya.

Lebih jauh, Kadispenad menegaskan bahwa kejadian tersebut menjadi evaluasi tegas dari pimpinan Angkatan Darat bahwa kegiatan pemusnahan amunisi dan bahan peledak serta kegiatan berisiko lainnya, ke depan tidak lagi melibatkan masyarakat sama sekali, termasuk untuk membantu kegiatan administrasi atau penyiapan logistik. ‘’Semuanya akan ditangani oleh satuan-satuan TNI AD sendiri,’’ janjinya. 

Tak hanya itu. Untuk memperkecil resiko, pihaknya juga akan meminimalkan pelibatan personel. Caranya, dengan menggunakan teknologi seperti mini beghoe (excavator) untuk menggali lubang dan robot bom untuk membawa munisi/bahan peledak ke lubang penghancuran, juga alat perlengkapan lain yang dapat meminimalisir risiko yang ditimbulkan.

Kadispenad kembali menyatakan bahwa TNI maupun TNI AD turut merasakan keprihatinan dan duka yang mendalam atas apa yang terjadi, serta berharap musibah serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. Ia juga menegaskan bahwa TNI AD menghargai semua temuan, masukan, maupun rekomendasi dari berbagai institusi yang berkompeten atas peristiwa tersebut dan siap menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi.  

Temuan Komnas HAM

Dalam investigasinya, Komnas HAM menemukan keterlibatan warga sipil dalam pemusnahan munisi kadaluarsa yang merenggut 13 korban tewas baik dari TNI maupun sipil tersebut. Menurut anggota Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, kegiatan pemusnahan amunisi oleh jajaran Puspalad TNI-AD turut serta melibatkan 21 orang warga sipil yang dipekerjakan sebagai tenaga harian lepas. 

‘’Kegiatan pemusnahan amunisi yang disertai dengan peristiwa ledakan yang menyebabkan 13 orang meninggal dunia merupakan kegiatan pada gelombang kedua, yang ditargetkan/bertepatan dengan hari terakhir kegiatan pemusnahan amunisi yaitu pada hari ke-11,’’ kata Uli dalam dalam konferensi pers, Jumat (23/5/2025). 

Dia menjelaskan, sebanyak 21 orang yang dipekerjakan untuk membantu proses pemusnahan amunisi afkir TNI dengan upah rata-rata Rp 150.000  perhari. Para pekerja terkoordinir dibawah Rustiawan yang sudah memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun bekerja dalam proses pemusnahan amunisi baik dengan pihak TNI maupun Polri. ‘’Para pekerja diajarkan/belajar secara otodidak bertahun-tahun, tidak melalui proses pendidikan/pelatihan yang tersertifikasi. Para pekerja jugatidak dibekali dengan peralatan khusus atau alat pelindung diri dalam melaksanakan pekerjaanya,’’ paparnya. 

Menurut dia, para pekerja sipil/pekerja harian lepas memiliki peran dan tugas masing-masing diantaranya sebagai supir truk, penggali lubang, hingga pembongkar amunisi dan juru masak. Bahkan, beberapa orang pekerja senior bahkan pernah melakukan pekerjaan tersebut hingga ke berbagai daerah di Indonesia seperti Makassar dan Maluku. ‘’Pedoman PBB terkait keterlibatan sipil dalam urusan penanganan dan pemusnahan amunisi memang memberikan ruang pelibatan pihak lain dalam kegiatan sejenis dengan pemusnahan amunisi, namun dengan syarat keahlian spesifik/kompetensi tertentu,’’ ungkapnya.

Komnas HAM memberikan rekomendasi kepada Panglima TNI dan Kapolri untuk melakukan evaluasi menyeluruh mulai pemilihan lokasi pemusnahan amunisi afkir yang lebih aman dan mekanisme pemusnahannya. Uli juga meminta agar Panglima TNI dan Kapolri untuk memastikan tidak melibatkan lagi warga sipil dalam aktivitas TNI/Polri yang memiliki resiko tinggi, termasuk dalam kegiatan pemusnahan amunisi. (dwi sasongko)