JAKARTA – Pekan terakhir bulan Mei 2025, Presiden Amerika Serikat Donald J. Trump mengumumkan rencana besar strategi pertahanan negaranya, yaitu dengan membangun Golden Dome. Apa itu Golden Dome dan sejauh mana akan memperkuat pertahanan AS? Atau justru akan memicu peperangan dan perlombaan senjata di dunia?
Bayangkan negara sebesar AS dengan luas 9,83 juta km2 atau empat kali lipat dari luas Indonesia akan diselubungi oleh sebuah kubah maya yang dihubungkan dari satu titik satelit ke ribuan titik satelit lainnya dan dilengkapi dengan teknologi sensor terkini demi melindungi kawasan negara baik di laut, darat dan udara dari serangan misil, rudal, dan ancaman serangan udara lainnya. Itulah Golden Dome, sebuah proyek ambisius Trump yang diperkirakan akan menelan biaya USD 175 miliar atau setara dengan Rp 2.849 triliun.
Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Trump menyebutkan bahwa Kanada juga tertarik untuk bergabung dengan AS untuk membangun proyek Golden Dome. Ia telah membangun dialog rinci mengenai hal ini dengan pemerintah Kanada. “Ini adalah janji kampanye saya dan kita akan wujudkan,” ujar Trump.
Golden Dome terinspirasi dari kebijakan Presiden Ronald Reagan pada tahun 1983 yang disebut Strategic Defence Initiative (SDI) dan populer dengan sebutan proyek Star Wars. Namun, rencana SDI itu tidak pernah tercapai dengan baik karena sumber daya yang ada tidak bisa mengimbangi kebutuhan dana dan teknologi untuk mewujudkan proyek yang ambisius tersebut.
Selain meneruskan Star Wars, Golden Dome juga ingin meniru keberhasilan Israel yang telah membangun strategi pertahanan yang sama yang disebut Iron Dome. Namun, luas negara Israel sangat jauh lebih kecil dibanding luas negara AS. Sebagai perbandingan, luas negara Israel hanya 21.937 km2 atau lebih kecil dari luas Jawa Tengah yang mencapai 32 ribu km2.
Maka, proyek Golden Dome tentu akan memakan waktu lama dan menelan dana sangat besar yang bahkan AS pernah gagal dalam mewujudkannya. Namun, Trump bersikukuh proyek itu harus terwujud sebelum pemerintahannya berakhir dalam tiga tahun mendatang.
Proyek Golden Dome yang diinisiasi Trump ini menuai banyak dukungan, di antaranya tentu saja dari industri pertahanan. Dalam pernyataan resminya, perusahaan Lockheed Martin menyebut proyek Golden Dome ini sebagai misi dengan skala Manhattan Project (sebutan untuk proyek rahasia pemerintah AS pada Perang Dunia II yang menghasilkan peluncuran senjata atom pertama kali dalam sejarah).
“Lockheed Martin siap bermitra dengan industri teknologi pertahanan yang terbaik untuk mengamankan bangsa ini. Kita telah memimpin Tim Nasional MDA (Missile Defense Agency) dan telah sukses membangun jaringan perangkat lunak misil yang kuat dan menghubungkan berbagai kekuatan militer AS di dunia selama 24 jam sehari,” tulis Lockheed Martin dalam website resminya.
Memicu Perlombaan Senjata
Golden Dome ini menuai reaksi dari negara-negara yang berseberangan dengan AS. Dalam pernyataan bersamanya, Beijing dan Moskow menuding proyek ini akan menyulut destabilisasi keamanan internasional, memicu perlombaan senjata lebih massif dan menjadi langkah mundur dalam upaya pelucutan senjata nuklir. Pernyataan bersama antara Rusia dan China ini dipublikasikan pada 8 Mei 2025, kurang lebih tiga pekan sebelum Trump mengumumkan secara resmi rencana proyek Golden Dome di Gedung Putih pada 25 Mei 2025.
Baik Beijing dan Moskow memaknai perlunya meningkatkan kapasitas persenjataan berbasis luar angkasa milik mereka jika AS tetap menjalankan Golden Dome. Sebagai negara pemilik senjata nuklir, AS dengan demikian bisa mudah menyerang negara-negara pemilik senjata nuklir lainnya. Sebagai konsekuensi dari kekuatan penggentar/pembalasan (detterence power), bukan tidak mungkin Rusia dan China juga membangun hal serupa Golden Dome sebagai strategi pertahanannya. Inilah yang dimaksud dengan perlombaan senjata babak baru yang ingin dihindari oleh Beijing dan Moskow sejak berakhirnya Perang Dingin.
Senada dengan Rusia dan China, Korea Utara juga bereaksi keras terhadap rencana Golden Dome dan menuding AS tengah menjalankan unilateralisme. Media nasional Pyongyang KCNA pada 27 Mei 2025 menulis bahwa Golden Dome adalah skenario AS untuk mewujudkan strategi dominasi unipolar mereka. “Ini produk tipikal ‘America First’, tahap tertinggi dari egoism dan arogansi,” tulisnya.
Seiring dijalankan, proyek ambisius Golden Dome akan menuai reaksi dari berbagai elemen dan negara. Apakah akan menciptakan keamanan seperti yang diinginkan Trump ataukah justru memicu peperangan, pro kontra terhadap proyek ini masih terus berdinamika. (Lina Nursanty)